Mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta kembali menorehkan prestasi di kancah internasional. Kali ini, 3 mahasiswa Program Studi (S-1) Perencanaan Wilayah smart trader go dan Kota Fakultas Teknik (PWK FT) UNS berhasil menjuarai “Busan Global Smart Cities Challenge” di Busan, Korea Selatan, 7-9 September 2016 lalu. Kompetisi tersebut ditujukan bagi kalangan yang memiliki ide inovatif dalam memanfaatkan kekuatan teknologi digital untuk kemajuan, keamanaan, dan kenyamanan sebuah kota sehingga bisa meningkatkan kesejahteraan hidup orang. Kompetisi yang bitcoin merupakan salah satu rangkaian acara “The 3rd Young ICT Leaders’ Forum” tersebut digelar atas kerja sama The International Telecommunication Union (ITU) dan Pemerintah Busan.
Adalah Azrina Farania, Salsabila Imtiyas, dan Eldora Aristian Lintang, tiga mahasiswa yang telah mengharumkan nama UNS dan Indonesia. Mereka bertiga yang dibimbing oleh Dosen PWK, Rufia Andisetyana Putri, mempresentasikan ide mengenai pengembangan smart city yang berfokus pada peningkatan kesejahteraan pedagang kaki lima (PKL). “Sebenarnya yang dilombakan itu ide, dan finance and investment kita punya ide bagaimana cara meningkatkan peluang pengembangan usaha dagang PKL, dimulai di Solo. Inovasi yang kami lakukan yakni mendekatkan mereka (PKL) dengan konsumen untuk memasarkan produknya, serta pedagang pasar tradisional untuk bahan bakunya, dengan membuat aplikasi semacam mesin pencari,” ujar Rufia mewakili anak bimbingnya.
Ilustrasi yang diberikan Rufia mengenai ide tersebut adalah jika suatu saat dirinya sedang berpergian dan di tengah jalan ban sepeda motor miliknya bocor, nantinya ia bisa menemukan tambal ban di sekitar lokasi tersebut dengan cara yang praktis, yakni dengan menggunakan mesin pencari yang mereka beri nama “Angkring”. Ia menambahkan bahwa PKL itu tidak hanya makanan. “Tapi, PKL itu juga bisa dalam bentuk jasa, seperti pembuat kunci, tambal ban,” tuturnya.
Ide tersebut muncul dari pengalaman pribadi. Rufia memulai ceritanya saat ia sering memakai aplikasi pencari makanan saat dirinya bingung memilih makanan dengan harga bersahabat saat berkunjung ke kota lain yang tidak familiar. Salah satu anak didiknya, Salsabila, bercerita bahwa dia sering merasa kebingungan saat ban sepeda motornya pecah di tengah jalan.
Latar belakang lain adalah PKL memiliki keterbatasan informasi dan jejaring untuk meningkatkan usaha dagangnya. Terutama akses pilihan untuk memperoleh bahan baku barang dagangannya dengan harga bersaing, serta pelatihan, dan bantuan dari Pemerintah. Akhirnya mereka bersepakat untuk mengajukan ide membuat aplikasi yang mampu menghubungkan PKL, pedagang pasar tradisional, pembeli, dan Pemerintah ke kompetisi tersebut.
Azrina mengungkapkan, tim memasukkan proposal kepada panitia untuk mendaftar. Dari ribuan proposal yang diterima, proses seleksi hanya menghasilkan 30 proposal untuk dipresentasikan. Kemudian, mereka bertiga berangkat ke Busan untuk mempresentasikan proposal mereka. Sampai akhirnya mereka masuk 5 besar dan dikukuhkan sebagai salah satu juara dengan titel The Most 5 Innovative Ideas dan Award of National Information Society Agency.“Kita dapat saran dari panitia buat jangan hanya ngangkat PKL lokal (Surakarta—red) aja, kalau bisa pada beberapa daerah lainnya juga, karena isu PKL hampir selalu ada di seluruh kota,” ujar mahasiswa semester 7 tersebut.
Ke depan, mereka diminta oleh ITU untuk mempresentasikan ide mereka dalam ITU Telecom World 2016 di Bangkok, Thailand pada 14-17 November 2016 mendatang. ITU Telecom World 2016 direncanakan akan dihadiri investor, praktisi telekomunikasi, dan beberapa pihak lainnya. Saat ini mereka sedang disibukkan dengan pembuatan aplikasi “Angkring” yang proses pembuatannya mereka bekerja sama dengan mahasiswa Teknik Informatika UNS. Selain itu, mereka juga akan mengajukan ke pihak Pemerintah Kota Surakarta untuk dukungan pengembangan lebih lanjut mengenai aplikasi tersebut.